Apa kabar
purnama, ternyata kisah kita benar. Tersisa aku yang menunggu. Meskipun
kupahami bentuk kebersamaan kita ialah
ketidakpastian yang sangat konkret. Dan perpisahan kita merupakan bentuk
ketidakpastian yang absolut. Begitu banyak ketidakpastian. Hingga akhirnya kau
memilih untuk tidak menampakan wujudmu lagi. Aku tak lagi bisa melihatmu di
hari keempat belas atau kelima belas dalam kalender lunar. Kau lenyap bersama
dengan angan yang pernah kita bangun bersama. Terlalu banyak “katanya” yang
sekedar menjadi “katanya”. Kau ingat katanya kau akan mengupayakan diriku agar
senantiasa bahagia. Tetapi itu menjadi lelucon bodoh yang sekali lagi, hanya
sekedar “katanya”.
Semua
sudah berlalu, aku merelakan. Aku pikir sudah saatnya menjelajah yang belum ku
jelajah. Melakukan perjalanan baru lagi. Bersama mereka yang rela menetap.
Bukan yang singgah sesaat lalu melangkah. Lari. Seakan hanya tempat
peristirahatan sesaat. Aku tidak menyalahkan siapapun. Mungkin memang hati ini
terlalu percaya. Berlatih menerima, tetapi dikecewakan disuatu waktu lalu
nelangsa dan gundah. Tidak berhenti disitu, tanpa disadari ia sekuat baja. Nyatanya kali ini ia bisa memulai
kembali dari sisa-sisa yang lalu, dan menjadikannya baru.
Tanggerang Selatan
Jumat, 21 Desember 2017
Anisa Nur Rezky
Komentar
Posting Komentar