Langsung ke konten utama

Postingan

Satu, dua, tiga dekade lagi

Aku ingin kamu menetap satu, dua, tiga dekade lagi Beritahu cara nya, setidaknya agar aku mengerti Kita satu-satu yang telah terbiasa menjadi dua Lantas dengan apa aku sanggup menahan lupa  "Kamu" tetap "kamu" tanpa "aku", begitu kah? Sementara "aku"? Benar sekali, tetap "aku" tanpa "kamu". Tidak berubah. Seandainya mampu disematkan kata "kita". Apa kamu mengizinkan? Apa bisa? Maaf jika pamrih ku meresahkan Pahamilah cukup bagiku satu kepastian.  Tangerang Selatan, 2 November 2019 22.17 WIB
Postingan terbaru

Segera Pulih

Kamu yang kemarin, apa masih sama? Atau berbeda? Aku tidak tahu pasti. Katanya tidak sama lagi. Katanya telah bertransformasi menjadi wujud yang lain. Lantas dengan apa aku bisa percaya? Katamu ingin membantu ku bertumbuh, janji mu tidak akan pergi.Kau rangkai cerita tentang kita esok hari, katamu melengkapi saja tidak cukup. Kau ingin bertumbuh, sama dengan ku. Apa kita bertumbuh? Terlepas benih yang kau pilih, aku cenderung hati-hati memaknai pilihan-pilihan mu. Satu dasawarsa masih tidak cukup untuk tahu isi kepala mu. Aku, aku tak merasa diistimewakan, sama saja seperti yang lalu. Bisa jadi karena terlalu terbiasa. Kau mungkin malu atau sungkan. Tidak mengapa meskipun sejujurnya pahit. Berulang kali dikepala ku ingin menyudahi karena aku masih berpikir tentang kesia-siaan. Tapi aku bodoh malah memintamu untuk tinggal. Aku memilihmu, lalu menyumpahi diri ku, karena tidak pernah bisa menjadi cukup baik untukmu. Menyakitkan. Aku benci berprilaku buruk padamu, namun tetap   ku lakuka

Sejak Hari Pertama Lahir

Kamu kuat, sejak hari pertama lahir. Kamu berbeda, tidak mengapa. Jalan hidup mu mungkin tidak sama dengan kebanyakan orang. Kamu ditempa, kemudian berproses. Sakit bukan? Resapi saja. Dengan kondisi tidak diinginkan, kamu hadir. Lantas sekitar begitu menyayangi, sebagian merasa malu. Katanya kamu membawa rezeki, sebagian berupaya menutupi kenyataan. Padahal kamu tidak pernah meminta untuk terlahir. Kamu tahu rasanya menjadi tidak diinginkan. Kamu tahu rasanya menjadi berbeda. Kadang kamu mengutuk tuhan yang jelas tidak adil. Hidupmu terlihat lebih sulit dari yang lainnya. Kamu lewati serangkaian peristiwa, tidak mudah namun pada akhirnya bisa. Kamu belajar, kamu rangkul semua beban, kamu peluk erat. Melalui penerimaan kamu mampu bersyukur. Jelas bukan tanpa alasan tuhan menguji. Yang maha pengasih paham benar, bahwa kamu kuat sejak hari pertama lahir. Bertahan lah sampai kaki mu tidak sanggup menopang tubuhmu. Dua puluh dua tahun sudah, jika tuhan beri waktu lebih lama maka be

Dua Ribu Delapan Belas -ku (2018)

Hari ini, 31 Desember merupakan hari terakhir di 2018. Lengkap sudah perjalanan waktu di tahun 2018, lembaran buku 365/365 ditutup dengan sempurna. Ada rasa haru, bangga, sedih, bahagia dan tentunya rasa syukur. Aku bersyukur ternyata tuhan masih menitipkan rezeki berupa kesehatan untuk ku dan beberapa orang terdekat terutama nenek, salah satu orang yang paling aku cintai di muka bumi ini. Baru saja aku menutup ponsel ku, menyelesaikan perbincangan dengan nenek, Ia bilang bahwa Balikpapan sudah berganti tahun, katanya ia merindukanku, nyatanya aku disini juga merasakan hal yang   sama. Selain itu beliau memberi tahu bahwa kolestrol dan asam urat nya telah normal. Kau tahu betapa bahagia nya aku saat mengetahui kabar tersebut? Jelas, sangat bahagia. Aku tidak akan menyangka bahwa tahun 2018 akan ditutup dengan semanis ini. Hari ini suasana di rumah menjadi jauh lebih hidup dari biasanya. Ada mama, papa, dan adikku. Aku suka sekali hari ini. Aku pikir kepulangan ku di rumah akan si

Sakral

Bandung ketika malam hari akan selalu indah, aku paham itu. Maka aku putuskan untuk lebih sering keluar pada malam hari, meskipun aku tahu itu bukan pelarian yang baik. Tetapi menyaksikan langit terhampar luas dengan panorama bintangnya ditambah dengan lautan lampu-lampu kota Bandung pada malam hari, setidaknya membuat ku lebih bersyukur atas apa yang terjadi dalam hidupku. Semua terjadi karena alasan yang terkadang sulit  untuk diterima. Sekali dua kali aku menatap langit sambil tersenyum, sementara angin malam menampar wajahku. Dingin. Aku paham. 01.20. Oh, aku lupa, bukan malam lagi. Ini sudah pagi, kondisi yang membingungkan. Terlalu pagi untuk disebut pagi, begitu terlambat untuk dipanggil malam. Mungkin sebagian orang akan berpikir, anak perempuan kelayapan di malam hari bukan hal yang baik. Itu ide paling buruk sepanjang masa. Terlebih jika sendirian. Hei, tenang aku tidak senekat itu. Untuk berkelana sendirian di tengah malam. Sejujurnya aku benci dengan stigma masyarakat yan

Palsu

Apa yang kamu takutkan tentang hari esok, lalu terwujud. Setidaknya kau sudah pernah memprediksinya. Setidaknya kau sudah tahu hal tersebut akan terjadi. Setidaknya kau pernah mempersiapkannya. Meskipun pada dasarnya kau tidak akan pernah siap. Menyakitkan memang, lalu kau berharap bahwa tuhan akan memberikan mu kekuatan yang jauh lebih besar untuk menanggung beban di pundak mu. Kamu berteriak ingin meminta tolong, tapi siapa yang akan menolong mu? Hanya tuhan. Sekitar tidak akan cukup mampu memperbaiki luka mu. Terlalu dalam, rasa sakit yang terlalu banyak. Manusia hanya bisa menertawakannya mungkin. Tidak juga, aku pikir permasalahan mu tidak akan layak untuk ditertawakan. Mungkin karena terlalu menyedihkan, pembenci mu juga akan merasa iba. Tetapi bukan perasaan itu yang kau harapkan bukan? Apa kau suka dipasihan Sepertinya tidak. Eittsss, jangan menangis. Lanjutkan saja tulisan mu dulu. Mungkin akan meringankan bebanmu. Karena sepertinya kau tidak cukup punya pendengar, hingga ak

Teman

Pertemanan itu apa? Mereka yang disebut teman itu apa? Lalu kau merefleksikan kehidupan mu. Apa benar ada seorang teman? Apa benar mereka teman? Kau sebut ia teman karena apa? Saling mengenal? Saling bercerita? Saling berbagi? Saling membantu? Saling dan saling. Lalu jika hanya hubungan sepihak tanpa timbal balik, bisakah itu didefinisikan sebagai teman?