Apa yang kamu takutkan tentang hari esok, lalu terwujud. Setidaknya kau sudah pernah memprediksinya. Setidaknya kau sudah tahu hal tersebut akan terjadi. Setidaknya kau pernah mempersiapkannya. Meskipun pada dasarnya kau tidak akan pernah siap. Menyakitkan memang, lalu kau berharap bahwa tuhan akan memberikan mu kekuatan yang jauh lebih besar untuk menanggung beban di pundak mu.
Kamu berteriak ingin meminta tolong, tapi siapa yang akan menolong mu? Hanya tuhan. Sekitar tidak akan cukup mampu memperbaiki luka mu. Terlalu dalam, rasa sakit yang terlalu banyak. Manusia hanya bisa menertawakannya mungkin. Tidak juga, aku pikir permasalahan mu tidak akan layak untuk ditertawakan. Mungkin karena terlalu menyedihkan, pembenci mu juga akan merasa iba. Tetapi bukan perasaan itu yang kau harapkan bukan? Apa kau suka dipasihan Sepertinya tidak.
Eittsss, jangan menangis. Lanjutkan saja tulisan mu dulu. Mungkin akan meringankan bebanmu. Karena sepertinya kau tidak cukup punya pendengar, hingga akhirnya kau memilih untuk menuliskannya. Hmmm, sepertinya bukan karena kau tidak cukup punya pendengar. Tetapi karena kau begitu angkuh dan sombong, keras kepala dan tidak pernah percaya pada siapa pun. Hingga akhirnya kau hanya memendamnya sendirian. Menyakitkan sekali rasanya, senidiran ditengah keterpurukan.
Kau terlalu palsu, bahkan masih saja sanggup tertawa dengan lantang seolah tidak pernah terjadi apapun dalam hidupmu. Aku tahu bahwa kau selalu mengambil kesempatan tertawa paling keras ketika kesempatan itu ada, misalnya saat berada disekitar teman-teman mu. Karena sejenak hal tersebut bisa membuat duniamu jauh lebih baik dari yang sebenarnya. Tidak bisakah kau jujur terhadap rasa sakit mu, kesedihanmu terlalu nyata, dirimu terlalu palsu.
Bandung, 1 Mei 2018
Komentar
Posting Komentar