Bandung ketika malam hari akan selalu indah, aku paham itu. Maka aku putuskan untuk lebih sering keluar pada malam hari, meskipun aku tahu itu bukan pelarian yang baik. Tetapi menyaksikan langit terhampar luas dengan panorama bintangnya ditambah dengan lautan lampu-lampu kota Bandung pada malam hari, setidaknya membuat ku lebih bersyukur atas apa yang terjadi dalam hidupku. Semua terjadi karena alasan yang terkadang sulit untuk diterima.
Sekali dua kali aku menatap langit sambil tersenyum, sementara angin malam menampar wajahku. Dingin. Aku paham. 01.20. Oh, aku lupa, bukan malam lagi. Ini sudah pagi, kondisi yang membingungkan. Terlalu pagi untuk disebut pagi, begitu terlambat untuk dipanggil malam. Mungkin sebagian orang akan berpikir, anak perempuan kelayapan di malam hari bukan hal yang baik. Itu ide paling buruk sepanjang masa. Terlebih jika sendirian. Hei, tenang aku tidak senekat itu. Untuk berkelana sendirian di tengah malam.
Sejujurnya aku benci dengan stigma masyarakat yang menggeneralisasi bahwa pergi malam hari dan pulang kala matahari terbit merupakan hal yang buruk. Bagiku tidak seperti itu, semuanya tergantung, apa tujuan mu, dengan siapa kau pergi, dan kemana arah langkah mu. Sementara aku disini, sebagai manusia yang berusaha menghilangkan penat, berupaya mencari rasa syukur dari tiap keindahan yang ditangkap mata lalu terekam di memori. Berusaha mencari sinergi antara diriku dengan alam dan semesta.
Aku tersenyum puas menatap langit dengan aneka konstelasi nya. Ku tarik nafas panjang selama enam detik lalu ku hembuskan perlahan. Hati ku bergetar beberapa kali, aku pikir tidak pantas sekali aku mengeluhkan hal semacam ini. Semesta seolah menyambutku dengan baik. Dia berkata dalam diamnya bahwa manusia mungkin bisa saja menangis, hari ini, esok, atau bahkan seterusnya. Manusia bisa saja terpuruk, bisa pula merasa sendirian, tidak berkawan. Tetapi seringkali manusia lupa bahwa dirinya begitu banyak dilimpahkan karunia yang tak ada habisnya. Lupa bahwa tuhan dengan segala rencananya akan menciptakan skenario terbaik.
Aku diam, sedikit malu. Apa aku lupa dengan kenyataan bahwa manusia dimuka bumi ini miliaran jumlahnya. Tentu dengan kompleksitas permasalahan hidup yang berbeda-beda. Lucunya, tuhan tahu akan hal itu. Tuhan tuliskan garis hidup manusia, sementara pilihan ada ditangan manusia. Seperti soal pilihan ganda, benar sekali tuhan yang menuliskan nya. Tetapi manusia masih bisa memilih nya. Meskipun bukan perkara benar atau salah karena dari setiap pilihan yang diambil akan memiliki konsekuensi nya masing-masing.
Selepas bercengkrama, aku pamit dengan keadaan lebih lega. Semesta bilang bahwa aku harus lebih sering kembali. Mencoba berkomunikasi lebih intens adalah hal yang menarik. Seberapa pun frekuensi mu rupanya getaran energi yang diberikan semesta teramat besar. Begitulah cara tuhan menitipkan ketenangan, keikhlasan, kekuatan melalui sinergi yang terjalin. Sakral. Kini aku paham begitu banyak cara memahami keberadaan tuhan, nyata meskipun tak nampak. Ada meski tak nyata, hadir disetiap hembusan nafas bersama denyutan nadi, sangat dekat dan mampu kau rasakan dengan hati.
Bandung, 10 Mei 2018
Komentar
Posting Komentar