Tidak ada yang lebih menyakitkan dari perasaan yang tak kunjung diungkapkan. Perasaan yang hanya terpendam sebelum sempat tersampaikan. Meski kau rindu, tapi yang lalu sudah lah biar berlalu. Tak perlu kau tunggu, rasa itu sudah tak berlaku. Baik untukmu maupun untuknya.
Namanya masih samar-samar kuingat. Kadang jelas, namun lebih sering kabur. Tawa nya renyah, serenyah fortune cookies yang sedang ketiban sial akibat kesalahpahaman membaca buku primbon milik eyang. Setidaknya malam ini aku merindukannya. Lagi. Walaupun tidak ku inginkan. Apa masih tentang dia, orang yang sama. Tidak juga. Kadang aku lelah bertanya apa maksudnya hati. Otak sudah tak sanggup memberi opini ketika hati menjejali serangkaian argumen tak masuk akal.
Aku harap esok bayangnya enyah, setidaknya tidak ada lagi namanya di kepala ku. Yang kuyakini sudah lama terlupakan, nyatanya kadang masih terlintas sekelibat di pikiran. Salahku pergi tanpa alasan. Meski kubeberkan beberapa alasan masuk akal, tetap saja ia mengatakan aku penjahat nya. Ada yang meninggalkan karena terlalu cinta? Ada yang mengikhlaskan karena terlalu sayang? Munafik. Alibi seorang pecundang yang begitu mencintai dan menyayangi dirinya sendiri. Tak ingin disalahkan lantas berargumen seolah-olah dirinya yang paling tersakiti.
Pahitnya setelah memilih pergi, yang ditinggal tak kunjung menahan. Begitu pasrah menerima kepergian. Ia berpikir bahwa yang pergi mungkin akan lebih bahagia tanpa dirinya. Ia membiarkan karena begitu sayang dan cinta. Ada yang merelakan karena sangat menyayangi? Ada yang melepaskan karena sangat mencintai? Omong kosong. Usahanya bahkan mendekati nihil.
Yang pergi sebegitu bercandanya menganggap ini seperti perihal kejar-kejaran anjing dan kucing atau kucing dan tikus seperti serial kartun dengan ratusan episode yang tayang di layar televisi. Sementara yang melepaskan sungguh malas sekali sedikit berjuang, dengan mudah mengikhlaskan layaknya kutu yang memang sepatutnya pergi, pikirnya.
Namun yang pergi masih saja sendu, merutuki keputusan bodohnya. Berharap bisa datang setidaknya satu kali kesempatan lagi. Hingga ia sadar, tidak akan ada kesempatan kedua. Berkali-kali ia menunggu masih saja sama, tidak akan datang lagi kesempatan itu.
Permohonan maaf dari yang pergi untuk yang melepaskan. Setidaknya yang melepaskan bisa paham betul, bahwa yang pergi pernah begitu menyayangi nya. Semoga yang melepaskan tidak menyesal karena tidak begitu berjuang untuk mempertahankan yang pergi.
(Cerita dua orang yang saling menyayangi lantas pergi dan melepaskan, pikir masing-masing mereka akan saling bahagia jika tidak bersama)
Balikpapan, 22 Juni 2016
00:44 WITA
keren.. ada cerpen nya ?
BalasHapus