Langsung ke konten utama

Saya Malu, Hidup Saya

Perasaan saya sama sekali tidak baik-baik saja pada malam hari ini. Terkadang saya malu akan kelemahan saya dalam mengontrol emosi dan perasaan. Saya terlalu mudah mengeluh. Saya sangat malu kali ini. Saya malu mengeluhkan permasalahan yang menurut saya adalah permasalahan terbesar yang pernah ada di kehidupan saya, tetapi mungkin menurut orang lain ini hanyalah permasalahan yang sangat biasa saja.

Entah berapa cangkir kopi pahit yang telah habis saya tegak malam ini. Menurut saya masalah ini lebih pahit dari beberapa cangkir kopi pahit tadi. Saya malu mengeluh, namun saya bisa apalagi selain mengeluhkan permasalahan ini di blogger saya. Menangis saja saya sudah tidak mampu lagi. Perut saya sakit, tetapi saya sudah tidak memerdulikannya. Saya tahu, saya bodoh.  Saya seperti menyiksa diri sendiri. Tidak makan dan meminum kopi tanpa kendali. Biarkan saya seperti ini. Saya lelah, saya hanya ingin melupakan permasalahan orang dewasa yang terkadang begitu menyakitkan melebihi nyeri lambung yang sekarang sedang saya rasakan.

Saya berjalan dengan senyum lebar di bibir, menyapa banyak orang, tertawa dengan lepas. Saya lakukan semua itu. Saya lakukan semua hal yang bisa membuat hidup saya jauh lebih berarti. Saya selalu berusaha membuat orang di sekitar saya tersenyum bahagia. Karena saya tahu, bagaimana pahitnya kehilangan kebahagiaan. Saya tahu bagaimana hancurnya perasaan saat kebahagiaan tengah di renggut oleh oknum-oknum yang sangat tidak bermoral. Pantaskah mereka mengambil apa yang bukan menjadi haknya? Mengapa harus ada manusia serakah di dunia ini. Tidak bisakah dia mengizinkan saya untuk berbahagia hidup tanpa beban pikiran? Lantas hal bodoh apa yang bisa saya lakukan. Tidak ada.


Kau tahu, ketika saya merasa hidup saya sangat sulit, seharusnya saya dapat memahami jika masih banyak orang di luar sana yang memiliki problema kehidupan yang jauh lebih rumit dan kompleks. Saya merasa buta dan saya merasa tuli. Saya tidak melihat bagaimana orang-orang di luar sana menjalani kehidupannya yang jauh lebih susah dari kehidupan yang telah saya jalani. Saya tidak mendengar kesusahan yang mereka rasakan. Lalu, di sini saya berbicara panjang lebar tentang perasaan hati saya yang sangat kacau, saya membeberkan bagaimana saya tidak mensyukuri kesehatan yang saya miliki. Dengan mudahnya saya melakukan hal bodoh dengan menyiksa diri di saat hati saya tidak tenang. Astaghfirullahaladzim. Saya membaca lagi tulisan pada paragraf-paragraf sebelum paragraf ini. Betapa malunya saya sebagai seorang manusia. Saya pengecut, saya kufur nikmat, saya hanya bisa mengeluh, dan mengeluh. Saya lupa bahwa sebesar apapun masalah yang tengah saya hadapi saya punya Allah SWT yang jauh maha besar dan maha kuasa. 






Tangerang Selatan, 
20 Oktober 2015
ANR


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dua Ribu Delapan Belas -ku (2018)

Hari ini, 31 Desember merupakan hari terakhir di 2018. Lengkap sudah perjalanan waktu di tahun 2018, lembaran buku 365/365 ditutup dengan sempurna. Ada rasa haru, bangga, sedih, bahagia dan tentunya rasa syukur. Aku bersyukur ternyata tuhan masih menitipkan rezeki berupa kesehatan untuk ku dan beberapa orang terdekat terutama nenek, salah satu orang yang paling aku cintai di muka bumi ini. Baru saja aku menutup ponsel ku, menyelesaikan perbincangan dengan nenek, Ia bilang bahwa Balikpapan sudah berganti tahun, katanya ia merindukanku, nyatanya aku disini juga merasakan hal yang   sama. Selain itu beliau memberi tahu bahwa kolestrol dan asam urat nya telah normal. Kau tahu betapa bahagia nya aku saat mengetahui kabar tersebut? Jelas, sangat bahagia. Aku tidak akan menyangka bahwa tahun 2018 akan ditutup dengan semanis ini. Hari ini suasana di rumah menjadi jauh lebih hidup dari biasanya. Ada mama, papa, dan adikku. Aku suka sekali hari ini. Aku pikir kepulangan ku di rumah aka...

Hanya Dalam diam (?)

Aku lelah memendam terlalu lama, tapi aku bisa apa? ah sudahlah hahaha. Aku sayang sama dia, sayang banget tapi cuma dari jauh. Kita memang dekat tapi dia tau apa sih? Lagi pula ini juga karena aku sudah punya prinsip gamau pacaran selama SMA. Terserah orang mau bilang norak, tapi aku tetap pegang prinsip ku. Bukankah hidup pilihan? Dan aku sudah memilihnya, aku memilih jalanku dan aku gak akan nunjukin ke dia kalau aku sebenernya diam diam suka bahkan sayang sama dia. Sebenarnya capek punya perasaan kaya gini. Apalagi aku sendiri gatau, dia suka apa enggak sama aku. Tapi bukan itu yg jadi pertanyaan. Pertanyaan nya itu gimana caranya biar aku bisa move on dari dia. Aku capek kaya gini terus. Aku ngerasa aku terlalu banyak mengamatinya dari kejauhan. Aku tau banyak tentang dia mulai dari kehidupannya, kesukaannya, gebetan nya, orang yang dia suka. Aku tau banyak hal tentang dia. Karena dia begitu dekat sama aku. Dan yaaah entahlah. Bagaiamana cara mengenyahkan perasaan ini. Dia itu ...

Pergi

Kamu masih tidak mengerti bahkan ketika aku beranjak pergi. Sepagi ini aku menulis bait kalimat yang tidak begitu berarti. Bait tentang sisa kebersamaan kita, yang berakhir tanpa alasan dan begitu saja. Aku melupakan mu dan kau melupakan ku. Sesederhana itu. Sangat tidak benar. Masalah hati tidak pernah sederhana. Ini bukan perihal keegoisan sepihak, tapi bagaimana cara menyelamatkan hati yang hampir hancur seutuhnya. Biarkan dia hancur sebagian, jika diteruskan percayalah akan lebih sakit dari ini. Apa kau telah hancur? Aku tidak yakin, rasanya hanya aku yang begitu. Bukan maksud hati menyesali yang telah pergi, aku tidak akan meminta mu kembali. Hanya memintamu mengerti. Bandung, Rabu 11 Mei 2016 05:43 wib