Langsung ke konten utama

Kopi Hangatku

Apakah kalian tahu jika kalian hadir begitu natural, hanya seperti ketika ku menegak kopi hangat. Kalian hadir dan menghangatkan tubuhku walaupun kadang kala tersisa rasa pahit. Kalian ada disiku seperti perumpamaan kopi hangat. Menghangatkan namun menyisakan kepahitan. Mengapa ku sebut suatu kepahitan? Karena kalian berlaku jujur terhadap duniaku. Mengeritik sesukanya dan sungguh itu menyisakan kepahitan bagiku, namun disisi lain kalian harus tahu bahwa dengan begitu adanya kalian menciptakan suatu kehangatan yang membuatku nyaman ketika kita menghabiskan waktu bersama.

Aku punya duniaku sendiri yang sebenarnya tak kuizinkan seorangpun menyelaminya dan mengacaukannya begitu saja. Aku punya dunia dimana aku selalu ingin menjadi pemenang, dimana aku selalu ingin menjadi raja nya, menjadi yang pertama dan tidak sama sekali mengenal kekalahan. Aku dan duniaku yang kurasa sangat indah. Aku bebas mengaturnya, mengolahnya semauku. Dunia yang sesungguhnya hanya berada dalam imajinasi tanpa batas. Dunia yang ketika ku telaah lebih dalam hanya berisikan kekosongan demi kekosongan yang begitu hampa. Dunia yang sempat dinaungi segelintir orang yang kemudian pergi mengacau dan menghancurkan yang telah ku susun dengan rapi. Dunia yang awalnya kupikir telah sirna.

Dalam benakku, tidak sedikitpun terpikirkan kehadiran kalian yang menghidupkan semuanya kembali. Menghantarkan ku kedalam bentuk perasaan takut kehilangan. Perasaan untuk selalu ingin berbagi dunia. Berbagi dunia yang satu dengan yang lainnya. Berbagi dunia kita.

Seutas rangkaian kata jelas tidak akan mampu mewakili perasaan ku saat ini, perasaan takut kehabisan kopi hangatku. Saat ini tiap detik aku selalu merasa haus akan kopi hangat itu. Kopi hangat yang telah menumpahi duniaku, melunturkan dunia lamaku beserta imajinasi tanpa batas yang begitu hampa. Mengisi kekosongan demi kekosongan membanjiri seisinya. Dan menghidupkan yang aku pikir akan sirna.

Terima kasih kawanan kopi hangatku
-          Rachmaudina Al-Khanza
-          Noorannisa Herawati
-          Betty Wulandari

-          Almas Fildzah



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dua Ribu Delapan Belas -ku (2018)

Hari ini, 31 Desember merupakan hari terakhir di 2018. Lengkap sudah perjalanan waktu di tahun 2018, lembaran buku 365/365 ditutup dengan sempurna. Ada rasa haru, bangga, sedih, bahagia dan tentunya rasa syukur. Aku bersyukur ternyata tuhan masih menitipkan rezeki berupa kesehatan untuk ku dan beberapa orang terdekat terutama nenek, salah satu orang yang paling aku cintai di muka bumi ini. Baru saja aku menutup ponsel ku, menyelesaikan perbincangan dengan nenek, Ia bilang bahwa Balikpapan sudah berganti tahun, katanya ia merindukanku, nyatanya aku disini juga merasakan hal yang   sama. Selain itu beliau memberi tahu bahwa kolestrol dan asam urat nya telah normal. Kau tahu betapa bahagia nya aku saat mengetahui kabar tersebut? Jelas, sangat bahagia. Aku tidak akan menyangka bahwa tahun 2018 akan ditutup dengan semanis ini. Hari ini suasana di rumah menjadi jauh lebih hidup dari biasanya. Ada mama, papa, dan adikku. Aku suka sekali hari ini. Aku pikir kepulangan ku di rumah aka...

Hanya Dalam diam (?)

Aku lelah memendam terlalu lama, tapi aku bisa apa? ah sudahlah hahaha. Aku sayang sama dia, sayang banget tapi cuma dari jauh. Kita memang dekat tapi dia tau apa sih? Lagi pula ini juga karena aku sudah punya prinsip gamau pacaran selama SMA. Terserah orang mau bilang norak, tapi aku tetap pegang prinsip ku. Bukankah hidup pilihan? Dan aku sudah memilihnya, aku memilih jalanku dan aku gak akan nunjukin ke dia kalau aku sebenernya diam diam suka bahkan sayang sama dia. Sebenarnya capek punya perasaan kaya gini. Apalagi aku sendiri gatau, dia suka apa enggak sama aku. Tapi bukan itu yg jadi pertanyaan. Pertanyaan nya itu gimana caranya biar aku bisa move on dari dia. Aku capek kaya gini terus. Aku ngerasa aku terlalu banyak mengamatinya dari kejauhan. Aku tau banyak tentang dia mulai dari kehidupannya, kesukaannya, gebetan nya, orang yang dia suka. Aku tau banyak hal tentang dia. Karena dia begitu dekat sama aku. Dan yaaah entahlah. Bagaiamana cara mengenyahkan perasaan ini. Dia itu ...

Pergi

Kamu masih tidak mengerti bahkan ketika aku beranjak pergi. Sepagi ini aku menulis bait kalimat yang tidak begitu berarti. Bait tentang sisa kebersamaan kita, yang berakhir tanpa alasan dan begitu saja. Aku melupakan mu dan kau melupakan ku. Sesederhana itu. Sangat tidak benar. Masalah hati tidak pernah sederhana. Ini bukan perihal keegoisan sepihak, tapi bagaimana cara menyelamatkan hati yang hampir hancur seutuhnya. Biarkan dia hancur sebagian, jika diteruskan percayalah akan lebih sakit dari ini. Apa kau telah hancur? Aku tidak yakin, rasanya hanya aku yang begitu. Bukan maksud hati menyesali yang telah pergi, aku tidak akan meminta mu kembali. Hanya memintamu mengerti. Bandung, Rabu 11 Mei 2016 05:43 wib