Langsung ke konten utama

Rasanya Baru Kemarin

Waktu memang tidak pernah bermain-main. Ia tidak pernah lelah berjalan, bahkan kini semakin cepat ia  hampir seperti berlari. Aku sudah begitu sering berkata "Rasanya baru kemarin ............". Kalimat seperti itu hanya membuat aku terus menengok kebelakang. Rasanya baru kemarin. Kalimat sakti yang menghantarkan aku untuk kembali melihat apa-apa saja yang telah terjadi di waktu silam. Kalimat yang jika ditulis menjadi suatu cerita, tidak akan pernah habis.

Aku hanya bisa berdecak ketika membayangkan bahwa ini sudah pertengahan tahun 2016. Rasanya baru kemarin... ah sudahlah aku tidak ingin melanjutkan kalimat itu, tidak akan pernah ada habisnya kawan. Di pertengahan tahun ini sepertinya aku telah terbiasa bertemu dengan orang baru dan berpisah dengan mereka. Nyatanya saja, malam ini adalah malam terakhir Dhea menginap di kamar Asrama kampusku tempat aku bernaung selama dua semester ini. Dhea adalah teman sekamarku di asrama, tidak hanya kami berdua, di kamar ini kami tinggal berempat. Aku, Ida, Dhea, dan Dio. Ini adalah minggu terakhir kami tinggal bersama di kamar asrama yang tentram ini. Selepas itu, kami sudah tidak tinggal bersama lagi. Dhea dan Dio mengontrak rumah di dekat kampus sementara aku dan Ida menjadi Senior Resident di sini, sehingga kami tinggal satu tahun lagi di Asrama. Dua semester telah aku lalui, tidak terasa bukan?

Tidak hanya perihal Dhea, Ida, dan Dio. Beberapa bulan yang lalu  ada suatu kegiatan yang sangat menyita energi dan waktu. Yaitu persiapan konser internal Choir Telkom University Batch 2015, konser ini bertajuk APARECIUM. Percaya atau tidak, konser ini membuat aku mengenal banyak mahasiswa di Telkom University dari berbagai jurusan. Di sini aku bertemu dengan orang-orang baru dengan berbagai latar belakang yang tentu berbeda-beda. Ketika bersama mereka aku merasa bahwa aku sedang pulang. Mereka seperti rumah untuk ku. Aku menemukan tempat yang sangat nyaman untuk bisa melakukan apa yang aku sukai. Kami semua suka menyanyi, tidak ada sedikitpun yang tidak memiliki suara yang indah. Mereka seperti keluarga, hampir setiap hari kami berlatih untuk kelancaran konser internal. Sampai tiba saatnya konser terselenggara. suka, duka telah kami lalui. Hingga akhirnya aku sadar bahwa mau tidak mau, suka tidak suka akan selalu ada akhir dari sesuatu yang kita mulai. Kini aku tidak perlu lagi bersusah payah latihan vokal, tidak lagi bertemu dengan mereka setiap harinya dan pada akhirnya inilah bentuk perpisahan yang aku alami lagi dan lagi.

Terkadang perpisahan membuat aku merasa sedih, namun tidak sedikit perpisahan membuat aku bisa tersenyum bahagia mengenang memori-memori indah yang telah terekam di otak. Perpisahan tidak pernah membuat aku takut untuk bertemu dengan orang-orang baru dan hebat di luar sana. Justru perpisahan telah menciptakan candu yang memaksa ku untuk semakin ingin terus bertemu dengan orang-orang baru lainnya di tiap detik yang ku jalani.








Bandung
Rabu, 11 Mei 2016
22:14 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dua Ribu Delapan Belas -ku (2018)

Hari ini, 31 Desember merupakan hari terakhir di 2018. Lengkap sudah perjalanan waktu di tahun 2018, lembaran buku 365/365 ditutup dengan sempurna. Ada rasa haru, bangga, sedih, bahagia dan tentunya rasa syukur. Aku bersyukur ternyata tuhan masih menitipkan rezeki berupa kesehatan untuk ku dan beberapa orang terdekat terutama nenek, salah satu orang yang paling aku cintai di muka bumi ini. Baru saja aku menutup ponsel ku, menyelesaikan perbincangan dengan nenek, Ia bilang bahwa Balikpapan sudah berganti tahun, katanya ia merindukanku, nyatanya aku disini juga merasakan hal yang   sama. Selain itu beliau memberi tahu bahwa kolestrol dan asam urat nya telah normal. Kau tahu betapa bahagia nya aku saat mengetahui kabar tersebut? Jelas, sangat bahagia. Aku tidak akan menyangka bahwa tahun 2018 akan ditutup dengan semanis ini. Hari ini suasana di rumah menjadi jauh lebih hidup dari biasanya. Ada mama, papa, dan adikku. Aku suka sekali hari ini. Aku pikir kepulangan ku di rumah aka...

Hanya Dalam diam (?)

Aku lelah memendam terlalu lama, tapi aku bisa apa? ah sudahlah hahaha. Aku sayang sama dia, sayang banget tapi cuma dari jauh. Kita memang dekat tapi dia tau apa sih? Lagi pula ini juga karena aku sudah punya prinsip gamau pacaran selama SMA. Terserah orang mau bilang norak, tapi aku tetap pegang prinsip ku. Bukankah hidup pilihan? Dan aku sudah memilihnya, aku memilih jalanku dan aku gak akan nunjukin ke dia kalau aku sebenernya diam diam suka bahkan sayang sama dia. Sebenarnya capek punya perasaan kaya gini. Apalagi aku sendiri gatau, dia suka apa enggak sama aku. Tapi bukan itu yg jadi pertanyaan. Pertanyaan nya itu gimana caranya biar aku bisa move on dari dia. Aku capek kaya gini terus. Aku ngerasa aku terlalu banyak mengamatinya dari kejauhan. Aku tau banyak tentang dia mulai dari kehidupannya, kesukaannya, gebetan nya, orang yang dia suka. Aku tau banyak hal tentang dia. Karena dia begitu dekat sama aku. Dan yaaah entahlah. Bagaiamana cara mengenyahkan perasaan ini. Dia itu ...

Pergi

Kamu masih tidak mengerti bahkan ketika aku beranjak pergi. Sepagi ini aku menulis bait kalimat yang tidak begitu berarti. Bait tentang sisa kebersamaan kita, yang berakhir tanpa alasan dan begitu saja. Aku melupakan mu dan kau melupakan ku. Sesederhana itu. Sangat tidak benar. Masalah hati tidak pernah sederhana. Ini bukan perihal keegoisan sepihak, tapi bagaimana cara menyelamatkan hati yang hampir hancur seutuhnya. Biarkan dia hancur sebagian, jika diteruskan percayalah akan lebih sakit dari ini. Apa kau telah hancur? Aku tidak yakin, rasanya hanya aku yang begitu. Bukan maksud hati menyesali yang telah pergi, aku tidak akan meminta mu kembali. Hanya memintamu mengerti. Bandung, Rabu 11 Mei 2016 05:43 wib