Langsung ke konten utama

Menghargai Sesama

Mungkin telah berjuta umat manusia di muka bumi ini yang menilai baik buruknya diriku. Aku terima semuanya dengan lapang dada. Segala bentuk kritikan yang baik sampai dengan celaan yang menghunus hati sudah kutelan mentah-mentah. Aku tidak perlu berpikir panjang, bagiku jika memang sikapku buruk aku selalu berusaha merubahnya. Tetapi jika hanya seseorang yang mencibir dan menilaiku sesuai kehendaknya, layaknya daun yang jatuh tidak akan kuhiraukan.

Setiap manusia punya hak untuk memberikan penilaian. Ya! Itu memang benar. Namun tidakah terpikirkan? Apakah setiap manusia berhak menilai seseorang yang tidak ia kenali. Lalu untuk apa menghabiskan waktu hanya untuk menilai orang lain? Apakah tidak ada inisiatif untuk menilai diri sendiri agar dapat menjadi pribadi yang lebih baik di keesokan hari?

Suatu hari aku bertemu dengan seseorang yang memiliki paras sangat cantik. Namun sangat disayangkan sifat, sikap dan perilakunya tidak sebanding dengan parasnya. Ia berjalan memasuki ruangan dengan air muka yang muram. Tanpa secercah senyum yang ia lontarkan. Hari-harinya hanya diisi dengan menceritakan keburukan dan kejelekan orang lain. Tidak ada inisiatif bagi dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Sampai suatu ketika setiap orang disekitarnya gerah akan sifatnya yang begitu menyakitkan hati. Entah seberapa menyakitkannya perilaku yang tengah ia lakukan, di saat ia membutuhkan bantuan tak satupun dari sekian banyak orang bersedia mengulurkan tangan untuk membantunya.

Perlu disadari bahwa kita hidup didunia ini dengan kawanan manusia yang tak terhitung berapa jumlahnya. Bahkan untuk menghitung jumlah populasi manusia yang kita kenal saja, mungkin kita tidak akan sanggup. Dan setiap detik yang kita lalui tak satupun luput dari interaksi dengan sesama. Sebagai makhluk sosial bukankah kita selalu membutuhkan bantuan orang lain. Sebagai manusia normal tidak akan mungkin kita mampu hidup sendiri.

Dengan mengetahui itu semua, lalu apa alasan kita masih mencela, mencibir, dan menghina sesama? Mengapa masih begitu banyak manusia diluar sana yang begitu bahagia mencaci maki sesamanya? Tidak ada alasan bagi kita untuk berlaku seperti itu. Sebagai generasi muda yang memiliki karakter dan integritas yang baik, mulai detik ini  kita semua bisa berlatih untuk menghargai orang lain. Belajar menerapkan sopan santun dalam bertutur kata, sampaikanlah kritikan yang membangun bukan hinaan dan celaan yang menyakitkan hati yang justru dapat menjerumuskan kita semua kedalam perpecahan.

Kita para generasi muda, kita yang suatu saat nanti akan meneruskan segala cita cita, mimpi mimpi kita sendiri sampai dengan mimpi mimpi para nenek moyang kita yang terdahulu. Kelak kita akan mengukir sejarah dalam kehidupan yang begitu indah ini. Semua ada dalam genggaman kita, hanya waktu yang menunggu saat kita tinggal nama dan dikenang dengan budi, akal dan perilaku yang baik. Atau saat kita tinggal nama dan dikenang dengan budi, akal dan perilaku yang buruk. Perlu diketahui bahwa apa saja yang tengah kita lakukan saat ini adalah cerminan diri kita di masa mendatang.

Salam damai,
Anisa Nur Rezky

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dua Ribu Delapan Belas -ku (2018)

Hari ini, 31 Desember merupakan hari terakhir di 2018. Lengkap sudah perjalanan waktu di tahun 2018, lembaran buku 365/365 ditutup dengan sempurna. Ada rasa haru, bangga, sedih, bahagia dan tentunya rasa syukur. Aku bersyukur ternyata tuhan masih menitipkan rezeki berupa kesehatan untuk ku dan beberapa orang terdekat terutama nenek, salah satu orang yang paling aku cintai di muka bumi ini. Baru saja aku menutup ponsel ku, menyelesaikan perbincangan dengan nenek, Ia bilang bahwa Balikpapan sudah berganti tahun, katanya ia merindukanku, nyatanya aku disini juga merasakan hal yang   sama. Selain itu beliau memberi tahu bahwa kolestrol dan asam urat nya telah normal. Kau tahu betapa bahagia nya aku saat mengetahui kabar tersebut? Jelas, sangat bahagia. Aku tidak akan menyangka bahwa tahun 2018 akan ditutup dengan semanis ini. Hari ini suasana di rumah menjadi jauh lebih hidup dari biasanya. Ada mama, papa, dan adikku. Aku suka sekali hari ini. Aku pikir kepulangan ku di rumah aka...

Hanya Dalam diam (?)

Aku lelah memendam terlalu lama, tapi aku bisa apa? ah sudahlah hahaha. Aku sayang sama dia, sayang banget tapi cuma dari jauh. Kita memang dekat tapi dia tau apa sih? Lagi pula ini juga karena aku sudah punya prinsip gamau pacaran selama SMA. Terserah orang mau bilang norak, tapi aku tetap pegang prinsip ku. Bukankah hidup pilihan? Dan aku sudah memilihnya, aku memilih jalanku dan aku gak akan nunjukin ke dia kalau aku sebenernya diam diam suka bahkan sayang sama dia. Sebenarnya capek punya perasaan kaya gini. Apalagi aku sendiri gatau, dia suka apa enggak sama aku. Tapi bukan itu yg jadi pertanyaan. Pertanyaan nya itu gimana caranya biar aku bisa move on dari dia. Aku capek kaya gini terus. Aku ngerasa aku terlalu banyak mengamatinya dari kejauhan. Aku tau banyak tentang dia mulai dari kehidupannya, kesukaannya, gebetan nya, orang yang dia suka. Aku tau banyak hal tentang dia. Karena dia begitu dekat sama aku. Dan yaaah entahlah. Bagaiamana cara mengenyahkan perasaan ini. Dia itu ...

Pergi

Kamu masih tidak mengerti bahkan ketika aku beranjak pergi. Sepagi ini aku menulis bait kalimat yang tidak begitu berarti. Bait tentang sisa kebersamaan kita, yang berakhir tanpa alasan dan begitu saja. Aku melupakan mu dan kau melupakan ku. Sesederhana itu. Sangat tidak benar. Masalah hati tidak pernah sederhana. Ini bukan perihal keegoisan sepihak, tapi bagaimana cara menyelamatkan hati yang hampir hancur seutuhnya. Biarkan dia hancur sebagian, jika diteruskan percayalah akan lebih sakit dari ini. Apa kau telah hancur? Aku tidak yakin, rasanya hanya aku yang begitu. Bukan maksud hati menyesali yang telah pergi, aku tidak akan meminta mu kembali. Hanya memintamu mengerti. Bandung, Rabu 11 Mei 2016 05:43 wib